Energi Outlook vs Statistik Indonesia

Outlook Energi merupakan sebuah acuan yang cukup penting dalam menetapkan kebijakan energi nasional. Karena dengan mengetahui perkiraan arah pertumbuhan konsumsi maka kita bisa merancang bagaimana memenuhi pasokan dengan sebaik-baiknya; bernilai ekonomis tinggi namun tetap mengutamakan kelestarian lingkungan.
Di Indonesia, selama ini kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral – melalui unit Pusdatin, secara konsisten menerbitkan Outlook Energi Indonesia (catatan: mulai tahun 2014 tugas ini dilimpahkan ke Dewan Energi Nasional/DEN).
Lalu, sedekat apa perhitungan perkiraan tersebut dengan data sebenarnya?
Untuk data pasokan dan permintaan energi di Indonesia, kita bisa lihat dengan membandingkan hasil perhitungan pada publikasi Indonesia Energy Outlook dengan hasil catatan terhadap pasokan dan permintaan energi sebenarnya pada tahun yang dimaksud.
Dalam hal ini, kita coba bandingkan nilai prakiraan dari tiga buah Indonesia Energy Outlook (IEO) tahun 2008, 2009 dan 2010; prakiraan nilai konsumsi energi final komersial (Total Final Energy Consumption, dimana biomass hanya yang bersifat komersial) pada tahun berjalan untuk masing-masing skenario dari ketiga Outlook ini dengan data konsumsi aktual energi final komersial.
Pertama, kita kenali terlebih dahulu tiga buat IEO yang akan kita bandingkan, yaitu:
- Indonesia Energy Outlook (IEO) 2008
Asumsi Dasar:
- Rata-rata pertumbuhan penduduk 1,05% per tahun
- Kenaikan pertumbuhan PDB 6,49% per tahun
- Peningkatan rasio elektrifikasi pada tahun 2025 mencapai 93%
- Harga minyak mentah US$80 per barel
Skenario Prakiraan Energi:
- Skenario dasar (Business as Usual, BAU) mencakup program-program pemerintah yang sudah berjalan atau akan segera berjalan.
- Skenario alternatif (Alternative Scenario, ALT) mempertimbangkan potensi-potensi baru atau optimasi pemanfaatan energi terbarukan.
- Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009
Asumsi Dasar:
- Rata-rata pertumbuhan penduduk 1,02% per tahun
- Kenaikan pertumbuhan PDB secara bertahap dari 5,5% s.d. 7% pada periode 2009-2014 dan menjadi 7,2% hingga 2030
- Peningkatan rasio elektrifikasi, tidak dinyatakan
- Harga minyak mentah USD80 per barel
Skenario Prakiraan Energi:
- Skenario dasar (Business as Usual, BAU) merupakan kelanjutan dari perkembangan historis atau tanpa ada intervensi kebijakan Pemerintah yang dapat mengubah perilaku historis.
- Skenario Iklim 1 mencakup intervensi kebijakan konservasi energi dan pengembangan energi terbarukan yang mempertimbangkan pengurangan emisi gas-gas rumah kaca (GRK) dari sektor energi.
- Skenario Iklim 2 mempertimbangkan kebijakan mitigasi perubahan iklim terkait adanya komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi GRK di sektor energi. Implementasi dari Skenario Iklim 2 adalah upaya-upaya konservasi energi dan pengembangan energi terbarukan yang lebih agresif disertai dengan penggunaan teknologi dan energi yang rendah emisi, diantaranya teknologi batubara bersih (clean coal technology) seperti Integrated Gas Combined Cycle (IGCC) dan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
- Indonesia Energy Outlook (IEO) 2010
Asumsi Dasar:
- Rata-rata pertumbuhan penduduk sampai tahun 2025 mengikuti Proyeksi Penduduk Indonesia 2025 (BPS) dan 2025 – 2030 mengikuti trend perkembangan tahun-tahun terakhir proyeksi BPS tersebut
- Kenaikan pertumbuhan PDB 5,5% hingga 2015 kemudian naik secara gradual hingga 6,5% di tahun 2020, dan menjadi 7,0% sejak tahun 2020 hingga 2030
- Peningkatan rasio elektrifikasi; tidak dinyatakan
- Harga minyak mentah USD80 per barel
Skenario Prakiraan Energi:
- Skenario dasar (Business as Usual, BAU) merupakan perkembangan energi di masa mendatang sebagai kelanjutan dari perkembangan historis.
- Skenario Alternatif 1 (Skenario Energy Security) adalah skenario perkembangan energi dengan intervensi konservasi energi dan pengembangan energi terbarukan terkait dengan upaya penjaminan ketahan energi (energy security).
- Skenario Alternatif 2 (Mitigasi Perubahan Iklim) adalah skenario dimana perkembangan energi dipengaruhi oleh dinamika lingkungan internal dan eksternal yang strategis, yaitu dengan makin kuatnya dorongan melakukan mitigasi perubahan iklim terkait adanya emisi GRK dari sektor energi. Implementasi dari skenario ini adalah upaya-paya konservasi energi dan pengembangan energi terbarukan secara lebih agresif dibandingkan dengan Skenario Energy
Dengan mengambil satu contoh, yaitu Konsumsi Energi Final Komersial (tidak termasuk biomass pada rumah tangga), berdasarkan hitungan masing-masing skenario, maka rata-rata pertumbuhan konsumsi setiap tahunnya hingga tahun 2030 dapat dilihat pada Gambar di bawah.
Sebagaimana yang diinformasikan di atas, skenario dasar atau Business as Usual (BAU) merupakan perkembangan energi di masa mendatang sebagai kelanjutan dari perkembangan historis tanpa ada intervensi kebijakan Pemerintah. Namun, dari gambar kita lihat bahwa hasil perhitungan rata-rata pertumbuhan konsumsi energi final komersial pada skenario BAU pada setiap tahunnya berbeda-beda; 5.94% pada IEO 2008, naik menjadi 6.70% pada IEO 2009 dan turun menjadi hanya 5.60% pada IEO 2010.
Jika ditampilkan dalam nilai, maka perkiraan total konsumsi energi final komersial pada tahun 2030 dapat dilihat pada Gambar 2. Nilai tahun 2030 diperoleh dari pertumbuhan rata-rata setiap tahun dari tahun dasar, yaitu tahun referensi perhitungan. (IEO 2008 menggunakan tahun referensi 2006; IEO 2009: tahun 2007; dan IEO 2010: tahun 2007).

Perkiraan Pertumbuhan Total Energi Final Komersial dari berbagai Skenario (Sumber: IEO 2008, 2009, 2010)
Dari gambar terlihat bahwa nilai untuk skenario dari Business as Usual (BAU) sekalipun dari ketiga Outlook tersebut menunjukkan perbedaan yang cukup besar. Permasalahan lain adalah perhitungan langsung penulis dengan berdasarkan persentasi pertumbuhan rata-rata setiap tahun dari tahun dasar menunjukkan hasil yang berbeda dengan Outlook sebenarnya. Misalnya pada perhitungan IEO 2010 skenario BAU hasil perhitungan penulis berdasarkan pertumbuhan 5.6% dari nilai tahun dasar tahun 2007 yaitu 641.52 Juta SBM (Setara Barel Minyak), maka pada konsumsi energi final komersial pada tahun 2030 adalah 2,246.38 Juta SBM – sedangkan mengacu pada Gambar 4.1 Permintaan Energi Final 2010-2030 Menurut Sektor, (Skenario Dasar), halaman 52 pada IEO 2010 menunjukkan nilai di atas 2,500 Juta SBM. Temuan yang sama pada perhitungan skenario lainnya.
Ketidaksesuaian ini menimbulkan pertanyaan tentang kebenaran data yang digunakan dalam perhitungan. Hasil penelurusan penulispun jika kita membandingkan data berdasarkan buku Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia yang diterbitkan dari tahun 2007 hingga 2014 pun seringkali mengalami ketidakseragaman data. Dari gambar di bawah dapat di lihat bahwa terjadi perbedaan pencatatan data yang cukup signifikan untuk tahun 2006 pada buku statistik terbitan tahun 2006 dengan 2007, untuk tahun 2008 pada hampir semua tahun penerbitan, tahun 2009 dan juga tahun 2012. Walaupun pada buku tahun 2014 ada dicantumkan tanda bahwa data tahun 2012 dan 2013 adalah diperbaharui.

Data Histori berdasarkan tahun terbitan buku Handbook Statistics, satuan Juta SBM (Sumber: Handbook 2007-2014)
Namun, mari kita berpegang pada hasil perhitungan sendiri. Maka seberapa dekat hasil perkiraan dengan nilai sebenarnya? Dari gambar di bawah kita bandingkan hasil perhitungan semua skenario dari ketiga Outlook dengan catatan data dari Handbook 2014.

Nilai Prakiraan dan Data Sebenar Total Energi Final Komersial (Sumber: IEO 2008-2010, Handbook 2014)
Dari gambar dapat dilihat bahwa data sebenarnya Konsumsi Energi Final Komersial adalah lebih besar dari semua perkiraan yang telah dilakukan. Jika kita asumsikan data ini benar, maka selama rentang waktu tersebut, semua skenario penghematan yang dilakukan pemerintah masih belum berhasil, bahkan kecuali untuk tahun 2013, nilainya di atas dari kondisi BAU.
Permasalahan data, atau ada yang luput dari perhitungan saat memperkirakan?